Sabtu, 03 Mei 2008

e-commerce?

Saat ini, dengan teknologi yang semakin canggih pada tiap-tiap bidang kehidupan manusia, segala urusan dan kegiatan manusia akan semakin terasa mudah jika dibandingkan ketika teknologi yang digunakan hanya mengandalkan faktor keramahan alam. Melalui teknologi, apa yang dulunya tidak mungkin kini dapat terjadi dengan logis, seperti manusia sekarang dapat terbang, masuk ke dasar laut yang terdalam sekalipun, atau dapat menghancurkan suatu kota hanya dengan hitungan menit.

Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi saat ini ditandai dengan hadirnya internet. Jaringan internet sukses dikembangkan dan diuji coba pertama kali pada tahun 1969 oleh US. Departement of Defense dalam proyek ARPANet (Advanced Research Project Network). Di Indonesia, jaringan internet mulai dikembangkan pada tahun 1983 di Universitas Indonesia, yakni UINet oleh Dr. Joseph F.P. Luhukay yang ketika itu baru saja menamatkan program doctor filsafat ilmu komputer di Amerika Serikat. Internet adalah jaringan luas dari komputer, lazim disebut dengan worldwide network. Selain itu, internet dipahami secara umum sebagai komunikasi virtual (maya/cyberspace) melalui media komputer dan saluran telepon. Internet merupakan singkatan dari Inter-connecting Networking.

Internet kini banyak digunakan, baik oleh perorangan maupun institusi pemerintah dan swasta. Penggunaan internet mempunyai beberapa tujuan, salah satunya adalah untuk promosi atau iklan. Promosi pelayanan penjualan dikenal dengan istilah e-commerce (electronic commerce). Bahkan telah ada jasa pelayanan untuk promosi barang-barang yang dijual secara spesifik, misalnya jasa promosi untuk komputer dan perlengkapannya dengan alamat
http://www.harco.co.id, dan untuk jasa promosi telepon seluler dengan alamat http://www.ponseldirect.com, dan lain-lain.

Dari uraian di atas, dapat diperhatikan bahwa perkembangan teknologi informasi, sadar atau tidak telah memberikan dampak terhadap perkembangan hukum, ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang yang harus dihadapi pada awal abad modern. Khusus di bidang perekonomian, perkembangan teknologi informasi telah melahirkan transaksi baru dalam dunia perdagangan (e-commerce).

Perkembangan ilmu pengetahuan didapati sebagai penyebab utama kenapa standar hidup dan pertumbuhan ekonomi negara jauh lebih baik pada masa sekarang dibandingkan dengan masa silam. Islam telah menegaskan bahwa ilmu pengetahuan merupakan salah satu faktor terpenting bagi manusia untuk mewujudkan kesejahteran dan kemenangan (falah) di dunia dan akhirat. Bukti ini cukup jelas direkamkan Allah SWT dalam Al-Qur’an, surat yang pertama kali diturunkan di Gua Hira’ kepada kekasihnya Muhammad Saw, yaitu surat Al-Alaq yang intinya menyerukan umat untuk membaca dengan segenap unsur kesempurnaan insani (belajar, meneliti, dan mengaplikasikan secara syari’ah).

Selain itu, terbukanya kembali pintu ijtihad akan cenderung menciptakan hubungan yang lebih kuat antara ilmu ekonomi Islan dan fiqih. Analisis ekonomi akan memperlihatkan berbagai cara dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh dunia muslim, sementara fiqih akan merespon dengan memberikan penampilan mana diantara solusi yang direkomendasikan ini dapat diterima berdasarkan maqashidusy syari’ah. Oleh karena itu, tulisan ini secara sistematis akan memaparkan apa dan bagaimana mekanisme transaksi e-commerce serta bagaimana pandangan fiqih terhadap e-commerce? Nah, sebelum membahas pandangan fiqih mengenai e-commerce, alangkah baiknya pembahasan terlebih dahulu difokuskan pada e-commerce itu sendiri. Sistematika ini disesuaikan dengan kaidah fiqih yakni “al-hukmu ‘alasy syar’ far’un ‘an tashuwwunhi” (penilaian hukum terhadap suatu masalah berangkat dari gambaran tentang sesuatu tersebut).

E-Commerce?

Teknologi merubah banyak aspek bisnis dan aktivitas pasar. Dalam bisnis perdagangan misalnya, kemajuan teknologi telah melahirkan metode transaksi yang dikenal dengan istilah e-commerce (electronoc commerce). Secara bahasa, electronic berarti ilmu elektronika, alat-alat elektronik, atau semua hal yang berhubungan dengan dunia elektronika dan teknologi. Sedangkan commerce berarti perdagangan atau perniagaan.

Secara istilah, sulit untuk mendefinisikan secara pasti apa itu e-commerce. Berikut ini akan dipaparkan beberapa definisi e-commerce yang diharapkan dapat mewakili dari banyaknya definisi yang ada. Menurut Association for Electronic Commerce secara sederhana mendefinisikan e-commerce sebagai mekanisme bisnis secara elektronis. Commerce Net, sebuah konsorsium industri memberikan definisi yang lebih lengkap yaitu penggunaan jaringan komputer sebagai sarana penciptaan relasi bisnis sehingga terjadi proses pembelian dan penjualan jasa/pertukaran dan distribusi informasi antara dua pihak di dalam satu perusahaan dengan menggunakan internet.

Sedangkan Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi dalam buku mereka Mengenal e-commerce, mendefinisikan e-commerce sebagai satu set dinamis teknologi, aplikasi, dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan, dan informasi yang dilakukan secara elektronik. Dari berbagai definisi yang ditawarkan dan dipergunakan oleh berbagai kalangan, dapat menyimpulkan bahwa e-commerce merupakan bisnis online yang menggunakan media elektronik yang keseluruhan baik pemasaran, pemesanan, pengiriman, serta transaksi jual beli kesemuanya dilakukan dalam ruang maya yaitu melalui internet.

Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi ini jelas dirasakan manfaatnya oleh kalangan pelaku bisnis. Manfaat diartikan sebagai akumulasis dari kemudahan yang didapat dari internet, khususnya dalam berbisnis. Keuntungan bisnis di internet antara lain memudahkan komunikasi intern dan ekstern, globalisasi bisnis dan keunggulan kompetitif, mengurangi biaya komunikasi dan mendapat feedback, memperluas jaringan kerja sama, marketing, dan sales, memudahkan pencarian informasi yang cepat dan murah, dapat mempelajari perilaku visitor, menambah image atau performance perusahaan dan website adalah showroom termurah dan paling praktis.

Secara sederhana, proses e-commerce dapat dilakukan dengan cara konsumen berkunjung ke website merchant untuk melihat memilih produk yang diinginkan. Lalu, konsumen setuju untuk membeli di merchant dan memberi instruksi pembelian online ke merchant. Setalah itu, prinsip pembayarannya tidak jauh berbeda dengan dunia nyata, hanya saja semua metode yang ditawarkan menggunakan teknologi canggih. Cara pembayaran yang digunakan antara lain melalui transfer ATM (automatic teller macine), pembayaran tanpa perantara, pembayaran dengan pihak ketiga (kartu kredit/cek), micropayment (uang receh), electronic money (e-money) atau Anonymous digital cash.


E-Commerce Perspektif Fiqh

Orang yang terjun ke dunia usaha, berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau fasid. Ini dimaksudkan agar mu’amalah berjalan sah dan segala sikap dan tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan. Diriwayatkan, bahwa Umar r.a. berkeliling pasar dan beliau memukul sebagian pedagang dengan tongkat dan berkata: “Tidak boleh yang berjualan di pasar kami ini, kecuali mereka yang memahami hukum. Jika tidak berarti dia memakan riba, sadarkah ia atau tidak.”

Berkaitan dengan perdagangan, Allah Ta’ala telah menegaskan dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah (2) ayat 275. “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..” dan QS. An-Nissa’(4): 29, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku suka sama suka diantara kamu…” Sedangkaan landasan sunnahnya, sabda Rasulullah Saw: “Perolehan yang paling afdhal adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli yang mabrur.” Dan hadis riwayat al-Bazzar dan Rifa’ah ibn Rafi’ dan dibenarkan oleh al-Hakim, ketika itu Rasulullah Saw pernah ditanya oleh sahabat mengenai profesi yang baik. Rasulullah Saw menjawab: “Usaha manusia dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang baik.”

Sebagai suatu alat pertukaran, jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Menurut pendapat jumhur ulama bahwa rukun jual beli ada tiga, yaitu pertama orang yang bertransaksi (penjual dan pembeli), dengan syarat berakal dan dapat membedakan. Kedua, sighat (ijab dan qabul), ijab menunjukkan keinginan melakukan transaksi dan qabul menunjukkan atas kerelaannya menerima ijab. Dan ketiga barang sebagai obyek transaksi, dengan syarat bersih barangnya, dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan akad, mampu menyerahkannya, mengetahui, dan barang yang diakadkan ada di tangan. Ada pengecualian untuk transaksi as-salam (memesan barang dengan pembayaran di awal dan kepastian barang ada di masa yang ditentukan).

Sedangkan larangan Islam dalam perdagangan secara garis besar dibagi atas tiga kategori yaitu pertama melingkupi zat atau barang yang terlarang untuk diperdagangkan. Kedua, melingkupi semua usaha atau obyek dagang yang terlarang. Dan ketiga meliputi cara-cara dagang atau jual beli yang terlarang. Namun perlu diingat, teori hukum klasik mengakui dalam beberapa kasus, penerapan analogi yang kaku mungkin dapat membawa ketidakadilan, dan dalam keadaan demikian maka dimungkinkan memahami bentuk pemikiran yang lebih “liberal”. Walaupun praktek demikian menyerupai ra’yun (akal) sebagaimana dipraktekkan orang-orang sebelum Imam as-Syafi’i, namun hal itu diberi istilah yang lebih canggih yang disebut Istihsan yaitu mencari penyelesaian yang lebih adil dan terbaik untuk kepentingan umum.

Dalam permasalahan e-commerce, fiqh memandang bahwa transaksi bisnis di dunia maya diperbolehkan karena mashlahah. Mashlahah adalah mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka memelihara tujuan syara’. Bila e-commerce dipandang seperti layaknya perdagangan dalam Islam, maka dapat dianalogikan bahwa pertama penjualnya adalah merchant (Internet Service Provider atau ISP), sedangkan pembelinya akrab dipanggil customer. Kedua, obyek adalah barang dan jasa yang ditawarkan (adanya pemesanan seperti as-salam) dengan berbagai informasi, profile, mencantumkan harga, terlihat gambar barang, serta resminya perusahaan. Dan ketiga, Sighat (ijab-qabul) dilakukan dengan payment gateway yaitu system/software pendukung (otoritas dan monitor) bagi acquirer, serta berguna untuk service online

Hanya saja, yang perlu diwaspadai dalam hal melakukan transaksi di internet adalah kejelasan aliran dana. Karena pada dasarnya internet memungkinkan adanya penipuan secara terselubung. Di dunia nyata saja, sebetulnya agak susah juga merunut kemana aliran dana akan berujung nantinya.

Nah akhirnya, selamat menggunakan internet untuk memperoleh keuntungan yang sesuai dengan nilai-nilai syari’ah.

***
[dwi.s.]

Sabtu, 12 April 2008

Dana Pensiun

Dalam benak Pak Ramli tidak pernah terpikir untuk menyusun anggaran rumah tangga. Jangankan terpikir, terbesit saja tidak. Pendidikan yang tidak nyampe SD membuat hidupnya mengalir saja. Termasuk urusan uang. Seharian dia berkutat dengan mesin jahit. Paling tidak, dalam sehari dia mampu menjahit lebih dari empat jilbab. Gajinya tetap per bulan. Tidak memandang apakah order naik atau turun. Mau tidak mau, Pak Ramli beserta lima kawannya harus produksi minimal 400 jilbab dalam sebulan. Dari pekerjaan inilah Pak Ramli menghidupi lima anaknya. Satu anak duduk di bangku SMP kelas satu. Empat lainnya masih kecil-kecil.

Tidak jauh beda dengan pekerja lainnya, Pak Ramli berangkat kerja jam 9 pagi dan pulang jam 6 sore. Bersyukur masih ada waktu bersama anak-anak di pagi hari. Baginya, waktu yang sangat berharga ketika dapat berkeliling pagi hari dengan motor bututnya bersama anaknya. Tak hanya cari angin dan menghabiskan bensin, tapi sekaligus mengantar susu sapi murni liter-an ke rumah pelanggan. Mungkin cuma ini penghasilan tambahan buat Pak Ramli hasil bagi warisan dari orang tua. Lumayan, per liternya bisa mengantongi 500 rupiah. Mungkin, bagi orang yang lihat, jualan susu sapi murni itu cuma pekerjaan sepele?

Padahal kalo mau dihitung, setiap pagi Pak Ramli ngantar 13 liter, berarti hampir mengantongi 6.500 rupiah per hari. Biasanya pelanggan suka membayar sebulan langsung, jadi sebulannya nyampe 195.000 rupiah. Bisa jumlahkan, setahun nyampe 2.340.000 rupiah. Uang sebanyak itu dikumpulkan hanya dari satu setengah jam setiap paginya. Siapa sangka, dari uang itulah Pak Ramli menyiapkan masa tuanya. Dengan syarat mutlak kalo uang itu memang nggak boleh diganggu gugat. Sempat ditanya tetangga, “Apa memang begitu cara nabung untuk hari tua pak?” Dengan nada santai Pak Ramli menjawab, “Aku nggak pernah sekolah, tapi itu cara yang diajarkan bapakku.”

Begitulah cara Pak Ramli menyiapkan dana pensiun. Usaha jual susu sapi murni itu menjadi warisan satu-satunya. Meskipun Pak Ramli tidak banyak tau soal dana pensiun. Yang pasti dia tau kalo usianya semakin bertambah. Kerja-kasar juga ada batas waktu. Pak Ramli menjadikan rutinitas paginya bernilai ekonomi. Paling tidak menambah ketenangan karena sudah punya bekal untuk hari tua. Karena Pak Ramli juga sadar diri. “Aku bukan Pegawai Negeri mas,” katanya.

Kasus lain, apa yang diceritakan oleh Bu Nunik. Dia bekerja di lembaga pendidikan swasta dan tahu banyak tentang dana pensiun. Tetapi lembaganya tidak memberikan dana pensiun karena tidak ada kebijakan soal itu. Beberapa perusahaan keuangan sempat menawarkan pengelolaan dana pensiun kepada lembaga tersebut tapi selalu ditolak, alasannya tidak ada alokasi uang untuk dana pensiun. Usulan yang pernah diberikan yaitu dipotongkan dari gaji. Tentu saja usulan itu diprotes oleh pegawai.

Melihat kondisi tersebut, akhirnya Bu Nunik memberanikan diri untuk mengambil pembiayaan dari Bank Syariah. Dengan uang itu, dia membuka jasa laundry. Usaha itu dilakukannya untuk mempersiapkan aktivitas setelah pensiun.

Realita sering kali menunjukkan kalo dana pensiun ini sering kali diabaikan. Tentu karena sebagian besar dari kita lebih banyak terfokus menghabiskan uang untuk keperluan jangka pendek. Atau memang tidak terpikirkan karena sudah ada yang menanggungnya, misal ditanggung negara bagi pegawai negeri atau ditanggung perusahaan bagi karyawan swasta.

Dana pensiun biasanya dimaksudkan sebagai perencanaan keuangan jangka-panjang (>10 tahun). Target tersebut dibuat untuk mempersiapkan masa tua. Dana pensiun yang dimaksud dapat berbentuk kas (uang tunai) atau juga berupa asset (usaha, saham, atau tanah). Inilah yang secara tidak sengaja telah dilakukan oleh Pak Ramli dan Bu Nunik. Perbedaannya, Pak Ramli lebih suka mempersiapkan masa tuanya dengan uang tunai sedangkan Bu Nunik mengalokasikannya dalam bentuk asset (usaha). Dorongan yang paling kuat dari Pak Ramli adalah kesadaran bahwa tidak selamanya dia akan hidup dengan menjahit. Ada masanya dimana dia tidak bisa lagi menghasilkan uang dari menjahit. Hal itu disebabkan oleh faktor usia yang semakin tua. Karena itulah perencanaan keuangan dilakukan.

Alasan logis lain yang mendasar kenapa perencanaan tersebut perlu dilakukan yaitu (1) waktu yang akan datang penuh dengan ketidakpastian (uncertainty), sehingga seseorang perlu mempersiapkan diri sejak awal tentang apa yang akan dilakukannya, (2) secara khusus rencana keuangan dibuat untuk mengatur dengan baik berbagai sumber pendapatan (income) dan sekaligus alokasinya.

Perencanaan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan untuk mempersiapkan alokasi dana pensiun yaitu pertama dana pensiun diambilkan dari sisa uang yang ditelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer (adh-dharuriyyat). Pendekatan ini menjadikan dana pensiun yang terkumpul kadang-kadang naik atau turun. Kedua, dana pensiun sudah langsung diambil sebelum uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer. Terlihat pendekatan ini memprioritaskan dana pensiun. Biasanya alokasi dananya tetap dan pengelolaan dana tersebut diserahkan kepada lembaga keuangan tertentu. Pendekatan kedua inilah yang sering digunakan di perusahaan negeri maupun swasta.

Permasalahan mendasar yang menjadikan kedua pendekatan tersebut tidak bisa dilakukan yaitu pertama memang tidak adanya dana untuk alokasi dana pensiun. Artinya, dana dari penghasilan sudah habis digunakan untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif. Kedua, walaupun ada dana tapi seseorang belum tentu mempunyai ’budaya’ menyisihkan dana tersebut. Oleh karena itu, deteksi awal yang perlu dilakukan yaitu kita termasuk dalam kategori pertama atau kedua? Setelah itu, kita bisa belajar dari apa yang dilakukan Pak Ramli dan Bu Nunik.
Selamat mencoba.

***
[dwi.s]

Do'a Spiritual Financial

Kehidupan Spiritual Financial akan lebih sempurna ketika kita menyiraminya dengan do’a. Selakyaknya kehidupan yang tumbuh karena air hujan, begitu juga dengan kehidupan Spiritual Financial yang membutuhkan siraman do’a. Jika telah menguasai ikhtiar fisik, maka do’a adalah ikhtiar batin. Dua kekuatan ikhtiar ini dipadukan untuk mencapai kejayaan kehidupan Spiritual Financial kita. Ikhtiar fisik dan ikhtiar batin saling melengkapi, jangan dipisahkan. Karena memisahkan dua ikhtiar ini sama dengan menghilangkan keseimbangan Spiritual Financial yang kita miliki.

Pada realitanya, sulit sekali menjaga keseimbangan kehidupan Spiritual Financial. Seperti keimanan, Spiritual Financial berpeluang untuk naik pada satu saat dan disaat yang lain mengalami penurunan. Karena itu, kekuatan do’a akan membantu kita dalam menjaga konsistensi psiko-financial untuk tetap berada pada god side. Inilah kunci abadi yang akan menyertai kita dalam menjadi kehidupan Spiritual Financial.

Sehingga kita akan benar-benar memahami, bahwa kehidupan Spiritual Financial tidak semata-mata bertumpu pada kekuatan kita. Namun, ada kekuatan Yang Maha Menguasai god side. Kekuatan Allah subhanahu wata’ala. Berdialoglah dengan Sang Pemilik god side. Mohonlah kekuatan pada Yang Maha Menguasai god side. Dan yakinlah, kita akan mendapatkan kekuatan Spiritual Financial jika kita memintanya. Seperti yang dijanjikan-Nya, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al-Mukmin 40: 60). Maka berdo’alah :



“Ya Tuhanku, berilah Ampun dan berilah Rahmat,
dan Engkau adalah Pemberi Rahmat Yang Paling baik.”
(QS. Al-Mu’minûn 23: 118)

***

”Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian...”
(QS. Al-Baqarah 2: 126)

***

“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorangpun sesudahku,
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.”
(QS. Shaad 38: 35)

***

“Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.”
(QS. Al-Isrâ 17: 80)

***

”Ya Tuhanku, berilah Aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang Telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang
(ibu-bapakku) dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.”
(QS. An-Naml (27): 19)

***

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.”
(QS. al-Baqarah (2): 201)

***

”Allahumma lâ thayra illa thayruka, wa lâ khayra illa khayruka,
wa lâ ilâha ghayruka.”
”Ya Allah, tidak ada kesialan kecuali kesialan yang telah Engkau tentukan. Tidak ada kebaikan kecuali kebaikanmu. Serta tiada illah (yang berhak disembah) selain Engkau.”
(H.R. Ahmad 2-220 dan Ibnu Sunni no. 292)

***

Allahummâghfirlî dzanbî, wa wassi’ lî fî dârî, wa bârik lî fî rizqî.
“Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, berilah aku keluasan dalam rumahku, dan berkahilah aku dalam rizqiku.”
(H.R. Nasa’I, Amalul Yaumi wal Lailah dari Abu Musa al-Asy’ari)

***

”Ya Allah, cukupkanlah aku dengan (rezki) halal-Mu dan jauhkanlah aku dari (rezki) haram-Mu dan berilah kekayaan kepadaku dengan karunia-Mu, bukan dari selain-Mu.”
(HR. At-Tirmidzi, Kitab Ad-Da’wat, Bab fi Du’a An-Nabi)

***






”Allâhumma innî a’ûdzubika minal hammi wal hazan, wal ajli wal kasali, wal bukhli wal jubni, wa dhola’idayni wa gholabatirrijâli.”
”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, hutang yang menyibukkan (pikiran dan mengacaukan hati),
dan laki-laki yang menindasku.”
(H.R. Bukhari 7/158).


Âmien.

***
[dwi.s]

Nggak Asal Kaya!

Hubb asy-syahawat, inilah dua kata dalam al-Qur’an surat Ali Imran (3) ayat 3 yang sering digunakan untuk membenarkan bahwa manusia memiliki bahan bakar sebagai dorongan untuk melakukan aktivitas. Menurut M. Quraish Shihab, kata asy-syahawat mengandung pengertian bahwa aktivitas manusia memerlukan daya. Melangkahkan kaki atau mengangkat jari pun memerlukan daya (energi). Dan mengeluarkan energi jelas membuat keletihan, kelelahan, dan puncaknya pada kejenuhan.

Dari situ, manusia mulai berpikir, “Saya mengeluarkan energi untuk bekerja. Berarti, minimal, hasil kerja saja bisa untuk menutupi energi yang saya keluarkan.” Mudahnya, ketika kita keletihan dalam bekerja maka perlu energi baru. Inilah yang menjadi alasan kenapa kita memerlukan imbalan sebagai hasil kerja. Jawabnya sederhana, ”Untuk membeli energi baru.” Ya kan?

Setelah tau kalo kerja banyak menghabiskan energi dan hasil yang didapat pun habis untuk membeli energi baru, maka peluang yang mungkin dilakukan yaitu bekerja lebih keras lagi. Hanya saja, bekerja lebih keras pun akan memerlukan energi yang jauh lebih besar dari biasanya. Dari sini, manusia mulai berpikir lagi, ”Bagaimana caranya mengeluarkan energi yang paling minimum untuk mendapatkan hasil yang maksimum?”

Pendek kata, sama artinya dengan bagaimana menjadi kaya tanpa banyak usaha. Mulailah Clifford Geertz dalam karyanya The Religion of Java (hasil penelitian di Mojokuto tahun 1952) mengungkap secara tertulis bahwa ada manusia yang berbisnis dengan tuyul. Inilah kali pertama tuyul menjadi idol karena produktif bagi manusia. Dengan tuyul, manusia tidak banyak mengeluarkan energi dan menhasilkan begitu banyak uang.

Geertz menjabarkan secara rinci bagaimana kegiatan tuyul, orang yang memilikinya, dan bagaimana cara mendapatkannya. Pada skala terkecil, cara mudah untuk mendeteksi seseorang itu memelihara tuyul atau tidak hanya dengan dua kata, ”kaya mendadak”. Karena, bagi orang tahun 1930-an sangat mengagetkan bila tetangganya bisa kaya mendadak ditengah kehidupan ekonomi yang serba pas-pasan.
Tidak hanya di Indonesia, di Belanda juga dikenal makhluk halus yang produktif bagi manusia dengan sebutan goblin atau kabouter, yaitu kurcaca (jantan) dan kurcaci (betina). Mitosnya, goblin memakai topi putih dan jika seseorang dapat memegangnya maka orang itu akan beruntung karena si goblin akan memberikan apa saja yang dimintanya. Semua ini diungkap oleh Van Hien dalam karyanya De Javaansche Geestenwereld pada tahun 1921.

Demi kekayaan harta, orang juga mau memuja roh binatang yang berwujud kera (ngethek), anjing, atau babi (nyegik atau babi ngepet). Orang kaya yang menggunakan mistik sebagai alat untuk memdapatkan kekayaan tampak berpenampilan kotor, tidak merawat diri, rumah tidak terawat, dan tingkah laku yang tidak sewajarnya. Bahkan, Moestapa dalam karyanya Over de Gewoonten (1910) menceritakan kalo orang yang kawin dengan perempuan kotor dan bau (atau roh yang menjelma sebagai seorang wanita) merupakan cara lain untuk menjadi kaya.

Faktanya, bisnis dengan makhluk halus sangat merugikan orang lain karena modus operandinya dengan cara mencuri. Namun, hukum negara susah menjangkau pelakunya. Disisi lain, bisnis model begini besar risikonya. Untuk melancarkan bisnisnya, pelaku serta keluarga terdekat dapat menjadi tumbal yang berujung pada kematian. Selain itu, norma masyarakat menyekat-ketat hingga pelaku tidak diberi sedikit ruang untuk bernafas. Karenanya, lambat-laun bisnis model kuno ini mulai pudar terutama bagi penduduk urban.
Beda generasi, beda ruang dan waktu tidak melunturkan niat menjadi kaya tanpa banyak usaha. Berbeda dengan bisnis tuyul yang berbau mistis, sekarang teknologi menjadi trend nomor wahid. Kasus cyber crime misalnya. Pelaku dapat dengan leluasa menghasilkan uang tanpa mengeluarkan keringat. Modus operandi yang digunakan diantaranya (1) unauthorize acces to computer system and servise, yaitu memasuki atau menyusup jaringan computer secara tidak sah dan tanpa izin. Tindakan ini dimaksud untuk sabotase atau mencuri informasi (hacker). (2) Illegal contents, yaitu tindakan memasukan informasi ke internet tentang sesuatu yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. (3) Data forgery, yaitu memasukkan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai sciptless document melalui internet. Seperti memasukkan data pribadi atau nomor kartu kredit yang disalahgunakan dalam perdagangan bisnis di internet (e-commerce). (4) Cyber espionage berupa pemanfaatan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap orang lain. (5) Cyber sabotage and extortion, yaitu pelaku menggangu, merusak, atau menghancurkan data, program komputer, atau sistem jaringannya yang terhubung dengan internet. Seperti menyusupkan suatu logic bomb, virus, atau program tertentu sehingga data atau program tidak dapat digunakan. (6) Offense against intellectual property berupa pemanfaatan hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki orang lain di jaringan internet tanpa ijin. Dan (7) Infringements of privacy, yaitu memanfaatkan keterangan pribadi seseorang yang tersimpan dalam formulir yang terhubung dengan jaringan komputer yang apabila diketahui orang lain dapat merugikan korban baik materiil maupun immateril. Seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, kondisi cacat atau penyakit yang sengaja disembunyikan dari publik.

Salah satu kisah yang menarik tentang seorang hacker dapat dilihat di film Cabin Pressure. Film yang dibintangi oleh Craig Sheffer dan Rachel Hayward ini menceritakan tentang seorang hacker computer bernama Wingfield yang mengambil alih control pesawat dan menteror penumpang dan mengunci pesawat sehingga pesawat terus berputar di atas Seattle.

Jika dibandingkan dengan bisnis tuyul, maka cyber crime sebenarnya tidak jauh beda, karena modus operandinya hampir sama, yaitu menyusup dan mencuri. Keduanya sama-sama merugikan orang lain dan menggangu ketertiban umum. Bedanya, cuma ada diperangkat yang digunakan dan pelaku cyber crime dapat dibawa ke meja hijau karena masuk dalam tindak kriminal.

Model lain, praktek bisnis yang mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi atau kelompok adalah terbongkarnya oknum LSM yang menjual proposal palsu. Ceritanya, ada oknum LSM menarik dana dari luar negeri dengan tameng konservasi. Mereka mengeksploitasi suku kubu atau suku anak dalam (SAD) yang juga dikenal sebagai orang Rimba, terutama yang masih hidup mengembara di dalam hutan Provinsi Jambi.

Kasus lain yang paling sulit dihadapi ketika bekerja pada kondisi yang ’meragukan’. Misalnya, gara-gara banyak korban meninggal atas dampak smack Down, maka menteri negara pemuda dan olah raga Adhyaksa Dault melarang dan polisi sudah merazia barang-barang berbau smack Down. Tapi, barang dan atribut (CD, playstation, poster, dan topeng) masih beredar. Harga CD permainan dipatok dari Rp 8.000 hingga Rp 10.000 tetap laris. Rental playstation tetap menyediakan permainan smack Down pain, smack Down 2006, dan smack Down 2007 karena permainan itu memberi pemasukan yang besar bagi rentalnya. Disatu sisi, pemilik rental dihadapkan pada keuntungan bisnis yang besar. Disisi lain, CD dan playstation smack Down telah membawa korban. Pertanyaannya, apa yang akan anda lakukan, seandainya anda adalah penjual CD dan pemilik rental playstation itu?

Dan begitu banyak model bisnis yang keluar dari jalurnya. Seperti kereta api yang keluar dari rel dan menabrak bangunan di sekitarnya. Kemungkinan besar, hal ini terjadi karena orientasi hanya pada hasil. Soal proses nomor sekian. Proses tak pernah dipikirkan, yang penting hasil. Inilah yang berkembang dan banyak dipraktekkan. Repotnya, semua ini akan menjadi kebiasaan karena dilakukan tanpa hambatan (penalty atau punishment). Maka, patutlah dipertimbangkan atas apa yang dikatakan Samuel Johnson (1709-1784), ”The chains of habit are generally too small to be felt until they are too strong to be broken, artinya rantai kebiasaan pada umumnya terlalu kecil untuk dirasakan, sampai suatu saat rantai itu menjadi sangat kuat dan sangat sulit untuk diputuskan.”
Dari kasus tuyul, cyber crime, dan banyak bisnis lainnya, kita mulai mengerti setiap proses-bisnis apa pun akan berakibat luas pada lingkungan disekitar kita. Jelas sudah bahwa rizki tidak sekedar urusan kuantitas-hasilnya, tetapi juga kualitas-prosesnya. Kebiasaan yang hanya perduli pada hasil dan cuek atas prosesnya akan menjadi bumerang bagi pelakunya. Pertanyaannya, apa yang seharusnya dihindari dalam proses-bisnis?

Atas kasus ini, al-Qur’an telah memberikan banyak solusi, diantaranya al-Qur’an surat asy-Syura (42) ayat 42, ”Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” Lihat juga QS. 2:279, 14:34, 17:33, 4:160-161, 4:77, dan QS. 4:40.

Ayat-ayat tersebut memberikan kata kunci yaitu sabîlu dan yazhlimûna annâsa. Jadi, ada hubungan antara kezhaliman terhadap sesama manusia dengan dosa. Tentu saja hubungannya kausalitas, yaitu semakin tinggi tingkat zhalim yang dilakukan, maka semakin menumpuk dosa yang ditanggungnya.

Kamus al-Munawwir menerangkan bahwa azh-zhulm terambil dari kata zh-l-m yang berarti meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, ketidakadilan, penganiayaan, penindasan, tindakan sewenang-wenang, atau pun kegelapan.

Maka Allah memberikan solusi di surat an-Nisaa’ (4) ayat 85, ”Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barang siapa memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segalasesuatu.” Syafa’at yang baik ialah setiap sya’faat yang ditujukan untuk melindungi hak seseorang atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan.

Jelas sudah solusi bisnis yang diberikan oleh al-Qur’an, yaitu menghindari unsur zhalim dan tetap melindungi hak orang lain. Hal ini diakui oleh Robert T. Kiyosaki dan Sharon L. Lechter dalam karyanya Rich Dad’s Guide to Investing bahwa kaya saja tidaklah cukup, tetapi sangat dibutuhkan kepandaian (educationi) yang berujung pada perilaku yang baik (good behavioral) hingga membentuk kebiasaan yang baik (good habit), dan puncaknya menjadi pengalaman yang baik (good experience).

Teringat kisah seorang wanita tua, bertubuh gemuk, dengan senyum jenaka di sela-sela pipinya yang bulat. Duduk menggelar nasi bungkus dagangannya. Segera saja beberapa pekerja bangunan dan kuli angkut yang sudah menunggu sejak tadi mengerubungi dan membuatnya sibuk meladeni. Bagi mereka, menu dan rasa bukan soal, yang terpenting adalah harganya yang luar biasa murah.

Hampir-hampir mustahil ada orang yang bisa berdagang dengan harga sedemikian murahnya, ”Lalu apa untungnya?” Wanita itu terkekeh menjawab, ”Bisa numpang makan dan sedikit membeli sabun.” Tapi, ”Bukankah ibu bisa menaikkan harga sedikit?” Sekali lagi ia terkekeh, ”Lalu bagaimana kuli-kuli itu bisa beli? Siapa yang mau menyediakan sarapan buat mereka?” katanya sambil menunjukkan para lelaki yang mulai berlompatan ke atas truk-pengantar mereka ke tempat kerja.

Indahnya, jika bisa kaya dengan tetap melindungi hak-hak orang lain dan tetap menjaga harga diri sendiri. Inilah yang bisa menahan langit supaya tidak runtuh. Membuat jalan hidup yang terjal-berbatu menjadi halus. Mengobati luka. Menghidupkan yang hidup. Menghadirkan kesejahteraan bagi semua. Kaya saja tidaklah cukup dan nggak asal kaya.
***
[dwi.s]

Muhasabah Financial

Ada sebuah cerita tentang petualangan Robinson Crusoe yang sangat tepat untuk menggambarkan perjuangan seseorang yang sukses dalam mengelola hartanya. Pengalaman Robinson Crusoe ini, jika dituturkan kembali akan banyak memberi pelajaran bagi kita. Sekaligus akan membantu kita untuk muhasabah (evaluasi) serta perencanaan dalam pemanfaatan harta, yaitu bagaimana terus menikmati tanpa menghabiskannya.

Robinson Crusoe adalah seorang pemuda Inggris yang sedang patah hati. Kemudian berlayar mengarungi laut sendirian. Kapal kecilnya rusak terhempaskan oleh gelombang laut. Dan ia terdampar di sebuah pulau tanpa penghuni.

Tiada pilihan baginya, ia harus mencari ikan bagi hidupnya. Untuk itu ia hanya bisa menggunakan kedua tangannya. Pada hari pertama, sehari penuh ia bekerja dan hanya memperoleh 4 ekor ikan kecil-kecil. Demikian pula hari kedua diperolehnya tidak lebih dari 4 ekor ikan saja. Pada hari ketiga diperolehnya 4 ekor ikan pula. Pada akhir hari ketiga itu, ia mulai memikirkan nasibnya. Empat ekor ikan kecil-kecil itu tidak cukup mengenyangkan perutnya. Ia mulai merasakan derita lapar. Ia sadar bahwa kelangsungan hidupnya mulai terancam.

Manusia berbeda dengan binatang. Manusia mampu membuat alat. Sebagai manusia, Robinson mulai memikirkan bagaimana membuat alat yang dapat digunakan untuk mencari ikan yang lebih banyak. Keputusan harus ia ambil antara dua pilihan. Pertama, jika ia membuat alat, maka ia tidak mempunyai waktu untuk menangkap ikan. Yang berarti, ia tidak makan selama membuat alat itu. Kedua, jika dipilihnya pasrah, ia akan kelaparan sampai waktu menentukan nasibnya.

Robinson Crusoe akhirnya memilih. Ia tidak mau menyerah begitu saja kepada nasib. Meskipun dengan 4 ekor ikan sehari ia menderita lapar, ia bertekad untuk berani lebih lapar lagi. Pada hari keempat dicarinya lagi ikan dengan tangannya, diperolehnya 4 ekor pula. Tetapi tidak semua ia habiskan, yang 3 ekor ia makan dan yang 1 ekor ia simpan. Ia melakukan hal yang sama dihari kelima dan keenam, yaitu sehari 3 ekor ia makan dan 1 ekor ia simpan. Akhirnya, pada hari ketujuh ia mempunyai simpanan 3 ekor ikan. Jadi, sejak hari keempat ia sudah mengurangi konsumsinya dan menyisihkan sebagian penghasilan ikannya sebagai simpanan.

Pada hari ketujuh ia tidak perlu mencari ikan lagi untuk makan karena memakan ikan uang ia simpan (3 ekor ikan). Dengan begitu, ia dapat membuat jala. Baginya, membuat jala dapat menjadi investasi. Pada hari kedelapan, dengan jala itu ia memperoleh 10 ekor ikan dan ia makan semuanya. Pada hari kesepuluh ia memperoleh 10 ekor ikan dan juga makan semuanya.

Tapi, baru pada hari kesebelas ia hanya makan 6 ekor saja, sedangkan 4 ekor sisanya ia simpan. Demikian juga dengan hari keduabelas dan hari ketigabelas. 10 ekor ikan yang diperoleh ia makan perharinya 6 ekor dan 4 ekor untuk masing-masing hari itu ia simpan, sehingga sampai hari ketigabelas tabungannya menjadi 12 ekor ikan.

Pada akhir hari ketigabelas, nasib buruk menimpanya. Jalanya rusak, sehingga ia harus membuat jala yang baru pada hari-hari berikutnya. Beruntung ia memiliki 12 ekor ikan yang telah disimpan. Mestinya dengan gaya hidup lamanya pada hari pertama sampai ketujuh ia berada di pulau itu 12 ekor ikan tabungannya ini dapat ia gunakan untuk membuat 4 jala. Namun, kini ia hanya merasa mampu membuat 2 jala karena 12 ekor ikan itu hanya disantapnya untuk dua hari saja. Ia telah terbiasa dengan gaya hidup baru yaitu 6 ekor ikan perhari, tidak lagi 3 atau 4 ekor.

Dengan dua jala yang dibuatnya selama 2 hari pada hari keenambelas, tiap hari ia mendapat 20 ekor ikan yang sebagian disimpan. Ia cukup dengan 8 ekor ikan perhari. Pada hari-hari selanjutnya, ikan yang ditabung semakin banyak dan ia pun bisa memperbaiki kapalnya untuk berlayar lagi menuju dunia yang lebih kesejahteraan.

***

Proses keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh Robinson Crusoe ini sangat luar biasa. Salah sedikit saja dalam mengambil keputusan, maka selamanya ia akan terdampar di sebuah pulau yang tak berpenghuni itu. Apa yang dilakukan pada hari keempat sampai hari keenam, yaitu menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung, dengan pengertian bahwa ia yang lapar itu, toh berani lebih lapar lagi demi membuat jala, ini yang disebut austerity (prihatin, tirakat, sederhana, prasojo, gemi, tarak dan lainnya).

Yang perlu kita perhatikan juga, bahwa tingkah laku Robinson Crusoe pada tahap berikutnya. Cermati pada hari kedelapan sampai hari kesepuluh. Seluruh pendapatannya dimakan semua, tidak ada sisa satu ikan pun yang disisihkannya. Ini menjadi gejala yang wajar sampai batas-batas tertentu, karena memang demikianlah manusia mempunyai sifat kemaruk. Biasanya, sehabis menderita dan mendapat cobaan keras, muncullah sifat berlebih-lebihan ketika mendapat tambahan rezeki. Tetapi kemaruk ini tidak berarti harus dibiarkan berkembang tanpa pengendalian dan pengawasan.

Tahap berikutnya yang perlu diambil hikmahnya adalah pola hidup Robinson Crusoe pada hari-hari keempatbelas dan kelimabelas. Pada hari sebelumnya, yaitu pada hari-hari keempat, kelima dan keenam, untuk membuat satu jala ia perlu 3 ekor ikan, namun tahap ini 12 ekor ikan hanya digunakan untuk 2 hari dan menghasilkan dua jala. Sehari ia menghabiskan 6 ekor ikan, ini adalah pola hidup barunya. Kebiasaan yang ada sebelum hari keempatbelas sejak ia dalam tahap kemaruk, ia telah membentuk pola hidup baru itu. Seperti halnya semula kita cukup hanya memilih motor, sekarang ia harus hidup dengan motor dan mobil. Apa hakikat dalam tahap ini? Aspirasi Robinson Crusoe berubah, dan perubahan itu disebabkan meningkatnya penghasilan. Namun perlu dijaga, meningkatnya penghasilan itu jangan sampai meningkatkan aspirasi yang melebihi kemampuan ekonomi untuk mendukungnya. Kepeloporan Robinson Crusoe semakin terlihat nyata pada hari keenambelas dan selanjutnya. Ia menyelesaikan dua jala yang baru dan dapat lebih banyak lagi, bahkan sanggup membuat perahu lagi menuju dunia baru. Inilah periode lepas landas dalam proses kehidupan financial.

Dari cerita di atas, ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik agar kondisi keuangan kita tetap terjaga. Muhasabah-nya, betapa banyak dari kita menjadi gagal ditahun lalu, karena pengeluaran untuk kebutuhan pribadi (terutama konsumsi) sangat tidak terkontrol. Besar pasak dari tiang, besar pengeluaran dari penghasilan. Anjuran yang paling bijak adalah selalu menabung. Kalau kita sehari memperoleh keuntungan Rp 20.000,- maka 10% harus ditabung. Sehingga, suatu saat dapat digunakan untuk membuat jala sebagai investasi. Pertanyaannya, bagaimana kita belajar dari Islam tentang prinsip-prinsip dalam konsumsi, menabung, dan investasi ?

***

Tentang konsumsi, Islam memberikan nasehat kepada kita untuk memenuhi konsumsi diri sendiri sekaligus keluarga. Sebagaimana Rasulullah Saw. dalam haditsnya berkata, “Dahulukanlah dirimu, maka bersedekahlah atas dirimu; jika ada sisanya, maka untuk keluargamu; jika masih ada sisa setelah untuk keluargamu, maka peruntukkanlah bagi kerabatmu yang lain; jika masih ada sisa lagi, maka demikian dan demikian.” (HR. Nasa’i).

Konsumsi untuk diri sendiri meliputi kebutuhan-kebutuhan pokok dan kebutuhan fungsional, yaitu “Sungguh badan dan jasmanimu mempunyai hak yang wajib kamu penuhi.” (HR. Bukhari). Barang ataupun jasa yang kita konsumsi dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu kebutuhan, kesenangan dan kelengkapan. Kebutuhan meliputi keperluan pokok seperti sandang, pangan, dan papan. Kesenangan meliputi semua yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan mengurangi kesukaran, seperti kendaraan. Sedangkan, kelengkapan (komplementer) merupakan kebutuhan sekunder yang mempunyai nilai tambah bagi kita.

Menjadi catatan penting bahwa ketiga kategori produk konsumsi tersebut merupakan kebutuhan dan bukan termasuk dalam kemewahaan apalagi menjadi simbol-simbol status sosial. Artinya, segala sesuatu yang keluar dari kebutuhan tersebut tidak berbentuk pemborosan dan bukan kehendak diri yang berlebihan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Qur’an surat al-Israa’ (17) ayat 27, “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

***

Tentang menabung (saving), percayalah bahwa makhluk yang memiliki masa depan adalah manusia. Sedangkan masa depan tidak pernah kita ketahui dengan pasti, “...dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan diusahakannya besok..” (QS. Lukman 31: 34). Setidaknya, kita mesti menyiapkan masa depan dengan harta yang kita miliki. Dalam ekonomi, penyiapan masa depan dapat dilakukan dengan melalui tabungan atau menabung. Menabung merupakan aktivitas mencadangkan sebagian pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan penting dan mendadak di masa yang akan datang. Inilah sebagian nilai spiritual financial Qur’an surat Yusuf (12) ayat 47-48, “Supaya kamu bertanam tujuh tahun sebagaimana biasa. Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya , kecuali sedikit dari yang kamu simpan.”

Anjuran menabung sebagian pendapatan merupakan antisipasi “siklus tujuh tahunan” yang merupakan perimbangan antara masa kemakmuran dan keprihatinan. Dan Rasulullah Saw. pun berpesan, “Tahanlah sebagian hartamu untuk masa depanmu. Hal itu lebih baik bagimu.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmidzi dan Nas’i).

Beberapa jenis dalam menabung diantaranya (1) memegang kekayaannya dalam bentuk uang kas (idle cash), (2) memegang tabungan dalam bentuk harta tanpa berproduksi seperti deposito, perhiasan, atau rumah, dan (3) menginvestasikan ke proyek yang menguntungkan dan tidak dilarang dalam ajaran Islam. Penjelasannya, pola (1) sangat dilarang dalam Islam, karena harta akan habis dimakan zakat dan tidak produktif. Ketidakproduktifan harta jelas akan mengganggu siklus ekonomi. Pola (2) boleh dilakukan dengan cara-cara yang dianjurkan dan dibolehkan oleh ajaran Islam, seperti menghindari riba. Sedangkan pola (3) merupakan pola yang sangat dianjurkan, karena pola ini akan membantu aliran uang secara baik dan menyebabkan kondisi kesehatan ekonomi umat semakin baik pula.

***

Tentang investasi, menjadi ungkapan syukur kita atas harta yang diamanahkan untuk menjadi lebih produktif. Investasi yang dimaksud yaitu bukan merupakan cara untuk mendapatkan suku-bunga yang tinggi. Namun, investasi ditentukan oleh tingkat keuntungan yang diharapkan dengan sistem bagi-hasil, tingkat zakat atas aset yang kurang produktif, tingkat zakat atas keuntungan dari investasi, dan pengeluaran lain atas aset yang tidak kurang produktif selain zakat. Jadi, investasi yang kita lakukan mempunyai nilai sosial bagi orang lain melalui usaha di sektor riil, “...dan janganlah harta itu hanya berputar pada sebagian kecil golongan saja..” (QS. Al-Hasyr : 7). Inilah ajaran tentang menghindari sentralisasi modal pada segelintir orang saja (kapitalis).

***
Yakinlah bahwa keseimbangan pemenuhan kebutuhan masing-masing unsur tersebut akan sangat bergantung kepada lemah-kuatnya dorongan nafsu dan kualitas pengendalian yang diperani oleh akal dan hati yang tercermin dari perilaku. Sebagai muhasabah, bagaimana cara kita mengelola financial di tahun-tahun yang lalu? Kemudian, bagaimana cara kita untuk mengelola financial di tahun ini? Jawabannya telah kita baca di atas. Selamat mencoba.
wa Allahu a’lam bi’sh-shawab.

***
[dwi.s]

Membeli Surga

Pas lagi mau sms, eh sudah di sms duluan. Sebenarnya besok aku juga mau ke rumah beliau. Mau nanyain: apa jadi pensiun dini? Pak Zulfi udah mengabdi di perusahaan milik negara itu selama 26 tahun. Ya kalo dihitung usia sebenarnya belum jatah pensiun. Tapi, kata beliau ada tawaran pensiun yang menarik (dana pensiunnya gede).

“Jadi mas, saya mulai nggak aktif mulai 1 April,” jawab pak Zulfi.

Untuk kali ini, aku benar-benar lihat wajah beliau yang cerah, ceria, kayak udah nggak ada beban. Biasanya, kalo udah ngajak makan keluar, pasti buanyak tentang ‘beban kantor’. Maklum, beliau mimpin banyak devisi. Kalo ada pemeriksaan intern, banyak juga urusannya.

“Trus mau gimana pak?” aku nanya aja, nggak pakai basa-basi.

Beliau senyum, “Kalo menurutmu gimana?” Lho beliau malah balik Tanya.
“Wah, kalo dengan dana milyaran gitu enaknya ngapain ya. Deposito aja mungkin he..” aku cuma bercanda.

“Ya juga, tapi saya ingin ada aktivitas mas, biar nggak jenuh. Gimana kalo bisnis aja, kamu kan tahu cara bisnis yang sesuai syariah,” beliau minta saran.

“Ooo.., kalo gitu investasi aja. Ambil yang sifatnya jangka panjang. Trus yang untuk ‘hidup’ sehari-hari pakai investasi jangka pendek,” aku sedikit ngasih pendapat.

“Terus, investasi jangka panjang enaknya apa? Trus yang pendek apa?” beliau ngrespon.

“Ya tanah dong pak. Gimana kalo buat tempat kost aja? Trus ada usaha juga,” aku tawarkan dengan mantapnya.

Kami diskusi di warung bakso langganan, biar lebih nyantai, lebih cair.
“Kalo gitu sekalian aja mas, nggak usah kost tapi kayak asramamu itu lho,” kayaknya beliau mulai setuju dengan investasi jangka panjang itu.

Memang, kebetulan aku tinggal di pondok pesantren mahasiswa. Konsepnya sederhana, kita tinggal di sana plus dapet ilmu agama Islam pagi dan malamnya. Dilihat dari latar belakang beliau yang ‘agamis’, jadi tidak mengherankan kalo uang itu mau diinvestasikan kearah sana.

“Subhanallah, bagus itu pak. Berarti butuh buat yayasan dong pak?”

Mulai ada misi dan visi yang sama. Selanjutnya otomatis, kalo udah banyak kasih ide aku mesti bantu habis-habisan. Kami mulai rangkum ide-ide yang berserakan itu sambil jalan-jalan (silaturahmi maksudnya.) Hasilnya, sepakat! Kita akan buat yayasan. Rencananya, ada pendidikan dan usahanya. Nah, uang pensiun itu untuk beli tanah dan mbangun asramanya. Sekalian buat modal usaha. Subhanallah.!

Tanggal 7 April 2007 pendiri yayasan berkumpul, mulai dari kyai, pebisnis, sampai orang pemerintahan. Dan dibantu beberapa mahasiswa. Acaranya biasa, ada sambutan dari pak Zulfi yang cerita soal latar belakang pendirian pondok. Ada wawasan tentang pondok di Indonesia (sejarah dan aturan-aturannya) disampaikan oleh Ustd. Masyhur. Selanjutnya ada dialog terbuka dengan seorang pebisnis. Pebisnis itu mengatakan,
”Hari ini saya benar-benar ditampar Allah. Bapak-ibu tau usaha saya berkembang, tetapi secara pribadi saya tidak pernah berpikir uang itu akan saya investasikan untuk kepentingan orang lain. Pak Zulfi seakan-akan menjadi cermin buat saya. Ketika saya punya uang, pasti pingin untuk kepuasan diri sendiri dan keluarga. Saya bingung dengan logika yang digunakan pak Zulfi, membiarkan tanah dan bangunannya ditempati orang lain, gratis lagi! Mereka yang tinggal di situ juga diberi kerjaan. Tentu, saya akan bergabung. Mungkin saya bias berbagi di bidang bisnis, karena cuma itu yang bias saya sumbangkan. Untuk teman-teman yang lain, kalo anda punya tenaga maka sumbangkanlah tenaga itu. Bagi yang punya ilmu, maka sumbangkanlah ilmu itu. Saya merasakan, akan ada ‘sesuatu’ yang lebih besar yang bisa kita dapatkan selain uang!. Dan, pak Zulfi seakan-akan melihat ‘sesuatu itu’.” Mata pebisnis itu berkaca-kaca.

Semua terdiam. Sebagian menunduk. Sunyi. Wajah mereka seakan ‘meng-iya-kan’ apa yang pebisnis itu katakan. Pak Zulfi sendiri tersenyum, dan berkata:
“Saya tetap pakai logika akal untuk menjalankan usaha biar pondok bisa tetap ‘hidup’. Saya juga pakai hati untuk sekedar membantu orang lain sebisa saya. Yang terpenting, saya pakai ‘keyakinan’ kalo dengan itu semua saya bisa ‘membeli surga’. Itu saja, dan anda bisa melakukannya dengan apa yang anda miliki sekarang, entah itu pikiran, tenaga, atau apapun. Sekaranglah saatnya.”

Aku sendiri menunduk. Sesekali menganggukkan kepala. Apa yang kumengerti dengan investasi jangka panjang itu salah. Ternyata, investasi jangka panjang tidak hanya urusan 10 tahun, 15 tahun, tetapi lebih dari itu. Investasi jangka panjang itu untuk kehidupan di akherat. Yakni, akheratnya dapet trus dunianya ngikut. Sekarang aku mengerti bagaimana cara ‘membeli surga’ itu. Sekarang aku mengerti apa yang harus kulakukan dengan ‘modal’ yang Allah berikan kepadaku. Tenaga, ide, harta, atau apapun itu untuk satu tujuan: ‘ibadah’. Iya, amal inilah yang akan bicara. Amal inilah yang akan jadi saksi. Amal salehlah yang akan aku ‘tukarkan’ dengan surga itu.

Dan sekaranglah saatnya, aku ‘membeli surga’ itu.

***
[dwi.s]

Konsumen Sejati

Ada orang membeli produk (barang dan jasa) lantaran gengsi. Bukan karena butuh, bukan karena perlu. Untuk sebuah gengsi, orang mau membeli decorative lightings (lampu hias) dengan harga Rp 3 juta hingga 39 juta per set. “Demi prestise keluarga,” katanya. Mulai jenis pendant (gantung), ceiling (menempel di plafon), down light (masuk ke dalam plafon), wall (menempel di dinding), dan table (di atas meja) pun ada di rumahnya. Mulai dari bahan kristas, kaca, dan PVC semuanya komplit. Nggak nanggung-nanggung, semuanya itu diburu hingga ke Cina, Amerika Serikat, dan Eropa. Jika ditanya, ”Kenapa anda membeli semua itu? Jawabnya, ”Biar tamu bisa melihat dan merasakan focal point ruangan ini.” Semua itu dibeli untuk sebuah gengsi, prestise.

Dikalangan muda-mudi yang ngakunya gaul, mereka siap mengeluarkan uang demi menutup muka di depan teman-temannya. Bila memang lagi nge-trend pasti dibeli. Demi penampilan yang dianggap nyentrik mereka berani ngutang sana-sini. Misalnya saja, untuk sebuah belt away (ikat pinggang) dengan merk Converse mereka harus mengeluarkan Rp 79.000. Merk Puma dengan harga Rp 159.000 – Rp 299.000. Merk Rockets dari mulai Rp 99.000 - Rp 299.000. Dan merk Oakley dipatok dari harga Rp 674.00 s.d. Rp 749.000. Sekedar mengingatkan, harga yang disebutkan terakhir ini melebihi biaya SPP SD-IT dan hampir setara dengan uang SPP di Perguruan Tinggi. Semua itu dibeli untuk sebuah gengsi, trend, dan mode.

Sebagai orang tua, mereka tetap akan membelikan apa yang diminta anaknya. Video game misalnya, mulai dari game Freestyle Basketball, Dirt: Colin MCRAE Off-Road, Surf’s Up, dan NCAA March Madness 07 lengkap di rumah. Bahkan, perlengkapan game itu ditata dan disimpan di lemari khusus. Tak ketinggalan, game-nya harus up-to-date. Dilengkapi dengan majalah game pendukung, biar tau cara menangkan gamenya (jadi winer) dan tau jenis game terbaru. Jika ditanya, ”Kenapa anda membelikan semua game itu?” ”Habis, anak saya seneng sich!” jawabnya. Semua itu dibeli untuk sebuah kesenangan. Ya, sebuah kesenangan.
Hal yang paling mengherankan, banyak rumah di Indonesia yang didalamnya terdapat lemari kaca yang dihiasi oleh benda-benda yang nggak terlalu diperlukan. Kalo ditanya, ”Mengapa anda membeli barang itu?” Jawabnya, ”Ya... sekedar hiasan.”

Jika mau diteliti, perilaku ekonomi yang ”model-begini” akan menyebabkan ilmu ekonomi yang diajarkan di fakultas ekonomi menjadi dipertanyakan. Biasanya, teori yang dibangun oleh kebanyakan fakultas ekonomi menggunakan metode induktif (berdasarkan realita) yang ada di masyarakat. Hasil penelitian tersebut kemudian diajarkan kepada mahasiswanya. Bisa dibayangkan, misalkan hasil penelitian tentang teori perilaku konsumen di Indonesia menunjukkan bahwa keputusan seseorang membeli barang ditentukan oleh faktor-faktor seperti rasa gengsi, trend, mode, dan kesenangan (hedonis). Jika produsen mengetahui hasil penelitian itu, maka mereka akan menggunakan berbagai cara untuk menciptakan produk yang hanya bisa menciptakan trend, prestise, mode, dan berorientasi kesenangan.

Semua ini tidak terlepas dari paradigma perilaku ekonomi yang diajarkan oleh Paul A. Samuelson dan William D. dalam bukunya Microeconomics. Mereka mengajarkan bahwa orang cenderung membeli barang-barang dan jasa-jasa yang nilainya paling tinggi. Tepatnya, mereka menekankan pada teori utility (kepuasan), artinya bahwa orang mengkonsumsi produk semata-mata demi kepuasan-pribadi, sifatnya subjektif (relative). Jadi, produk itu berguna atau tidak, dikembalikan kepada orang yang mengkonsumsinya. Anehnya lagi, mereka mengakui sendiri dalam buku itu (halaman 101), kalo teori utility tidak ada hubungannya dengan faktor psikologis. Dengan kata lain, faktor psikologis manusia dianggapnya tidak mempengaruhi pola konsumsi (citeris paribus). Aneh ya.

Realita itu berjalan karena keinginan (want) selalu ditonjolkan saat membeli produk, bukan karena kebutuhan (need). Coba saja, kalo pas punya uang, pasti yang ada dipikiran, ”Apa yang ingin aku beli dengan uang ini?” Bukan, ”Apa yang aku butuhkan untuk dibeli?” Diakui, inilah salah satu sifat bawaan manusia yaitu tamak (QS. 70: 19) dan mencintai harta secara berlebihan (QS. 89: 20).

Padahal, jika kita mengikuti keinginan maka tidak akan ketemu ujungnya. Rasulullah Saw memberikan informasi, ”Seandainya Tuhan memberikan pada manusia satu bukit penuh emas, maka ia akan meminta satu bukit lagi, dan seandainya ia diberi (bukit emas) yang kedua, niscaya ia akan meminta yang ketiga. Manusia tidak akan pernah merasa puas sampai ia mati.” (Bukhari).

Selain itu, kelemahan yang sering terjadi saat kita memilih produk adalah terbatasnya informasi tentang produk itu (uncompleted information of product). Kita kebingungan, produk seperti apa yang seharusnya dikonsumsi? dan faktor apa yang seharusnya kita pertimbangkan dalam memilih suatu produk?

Atas kesulitan ini, al-Qur’an memberi solusi. Faktor yang digunakan dalam memutuskan penggunaan produk terbagi menjadi dua kategori, yakni halal (yang diperbolehkan) dan tayyib (yang baik-baik). Bisa dicek, dua kategori itu terangkum dengan jelas dalam Qur’an surat 2:57, 2:168, 2:172, 5:1, 5:4, 5:5, 5:88, 6:141, 6:142, 6:143, 6:144, 6:145, 7:157, 7:160, 16:72, 16:114, 17:70, 22:30, dan 23:51.

Al-Jurjani (ahli bahasa arab) dalam kitab at-Ta’rifat (kitab definisi) memberitahukan bahwa halal menyangkut kebolehan menggunakan benda-benda atau apa saja yang dibutuhkan untuk memenuhi keperluan fisik, termasuk didalamnya makanan, minuman, dan obat-obatan.

Misalnya, kita sudah yakin kalo roti yang kita beli adalah halal. Mudah untuk mengetahuinya karena ada label halal dibungkusnya. Tapi, bagaimana kita tau kalo roti itu tayyib untuk dikonsumsi? Jawabnya, ada dikomposisi (bahan) roti itu dan tanggal kadaluarsa. Bisa jadi roti itu halal tetapi tidak mungkin kita makan karena sudah basi. Jika terus ditelusuri, maka tidak hanya berhenti pada tahap itu. Faktor tayyib mendorong kita untuk mengetahui bagaimana cara memproduksinya? Tayyib-kah?

Taukah kita, kalo kue (tart, bolu, apem) sangat memerlukan bahan pengembang seperti ovalet, TBM, SP, atau soda kue. Padahal, bahan-pengembang yang ada di pasaran merupakan turunan lemak yang disebut dengan mono dan gliserol. Rantai lemak yang terdiri dari gliserol dan tiga asam lemak itu dimodifikasi dan dipotong salah satu atau dua rantai asam lemaknya sehingga memiliki karakteristik sebagai bahan pengemulsi sekaligus memberikan tekstur yang lembut. Akibatnya adonan yang terdiri dari telur, lemak (margarin), dan air bisa mengembang karena adanya pengadukan dan pengocokan. Karena adanya lemak, maka hanya ada dua kemungkinan yang dipakai, lemak nabati atau lemak hewani. Jika yang digunakan adalah lemak hewani, maka perlu diselidiki status kehalalan hewan itu. Sebab, bisa saja lemak itu berasal dari lemak babi atau hewan yang tidak disembelih atas nama Allah. Oleh karena itu, pengetahuan tentang ke-tayyib-an produk harus dimiliki.

Jelas sudah, bahwa sangatlah terkait antara produk yang tayyib dengan yang halal. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Terbukti, dua kategori ini mampu menuntun kita pada pola konsumsi yang seharusnya dilakukan. Jika dua kategori ini kita lakukan, niscaya lambat-laun produsen pun akan berhati-hati dan menyesuaikan dengan kebutuhan kita.

Dibalik itu semua, kategori halal dan tayyib membawa kita pada dimensi transendental (religius). Kategori halal menuntun kita pada keselamatan dunia-akherat. Sedangkan kategori tayyib membawa kita pada kebaikan dunia-akherat. Dengan begitu, kita akan menghindari pola konsumsi yang membahayakan dunia-akherat kita.

Pada produk jasa, kita akan tetap menggunakan kategori halal dan tayyib. Misalnya, jasa pengobatan dengan tajuk Jogja Festival 2007 yang diadakan di stadion Mandala Krida Yogyakarta pada tanggal 30 Mei s.d. 2 Juni 2007. Bisa saja, jasa pengobatannya halal, tapi jika festival itu dicampur dengan ritual keagamaan yang dipimpin oleh Pendeta Dr. Peter Youngren (seorang misionaris-penginjil dari Kanada), maka perlu kita mempertanyakan ke-halal¬-an dan ke-tayyib¬-an acara pengobatan itu. Apakah acara pengobatan itu membahayakan dunia-akherat kita?

Tidak hanya berhenti pada kasus roti dan acara pengobatannya Pdt. Dr. Peter Youngren, tapi untuk semua produk. Kita tetap menggunakan kategori halal dan tayyib. Lebih luas lagi, kedua kategori tersebut tetap digunakan pasca-pembelian. Apakah produk digunakan untuk aktivitas yang halal? Apakah produk dimanfaatkan dengan tayyib?

Kasusnya, karena notebook masa kini sudah bisa mengakses koneksi Wi-Fi, maka tempat-tempat umum termotivasi untuk menyediakan hotspot sebagai fasilitas ekstra. Hotspot adalah area yang memiliki koneksi internet yang disebar menggunakan koneksi Wi-Fi. Banyak orang membeli notebook karena akses internet menjadi gratis (free). Pada kondisi inilah, fasilitas hidup akan membawa pada pilihan penggunaan secara halal-tayyib atau tidak. Positifnya, akses internet dapat dijadikan sebagai sarana menjemput rizki. Tidak sedikit orang yang kaya dari internet. Tapi, dari internetlah kerusakan moral terjadi. Berapa situs porno yang terbang-bebas diinternet? Puluhan, ratusan, ribuan? Semuanya gratis untuk diakses. Pada kondisi inilah kita patut menanyakan tentang ke-halala-an dan ke-tayyib-an itu. Semua berpulang pada perilaku saat kita menggunakannya.

Kategori tayyib juga terwujud pada bagaimana kita memperlakukan produk. Caranya dapat ditemukan di buku pemakaian-produk. Ponsel misalnya, pernahkah kita mengetahui bagaimana cara memperlakukan baterai ponsel dengan baik? Maka, kewajiban kita adalah mengerti bagaimana memanfaatkan dan merawatnya. Taukah kita? supaya baterai ponsel tetap terjaga kualitasnya (hemat), maka perlu dilakukan beberapa hal, yaitu mematikan fasilitas getar, menghindari aktif getar sekaligus dering, mengurangi main game, mematikan fasilitas GPRS, mematikan ponsel waktu recharge, menghindari mematikan dan menghidupkan posel terlalu sering karena searching butuh energi banyak, menghindari me-charge semalaman, dan jika ponsel sulit mendapatkan sinyal, maka lebih baik dimatikan. Tentu saja, cara tersebut berlaku untuk semua merk ponsep dan baterai. Yang penting untuk digaris-bawahi bahwa sebagus apapun dan secanggih apapun ponsel yang kita memiliki akan rusak sebelum masanya karena tidak digunakan dan dirawat dengan tayyib. Dengan demikian, tentu saja tidak hanya utility yang dikejar namun lebih meningkat pada derajat maslahat.

Derajat maslahat memperhatikan efek jangka panjang, bukan sikap pragmatis. Tingkatan konsumsi maslahat menuju keamanan akherat, bukan hanya ketamakan dunia. Maka, telitilah pra serta pasca pembelian produk. Tetap pertahankan kategori halal dan tayyib. Semoga kita selamat dunia-akherat. Âmîn.

***
[dwi.s]