Sabtu, 12 April 2008

Bergaul dengan Uang

“Bu, ayo beli es krim…ayo beli es krim…,” teriak anak kecil itu ketika melihat penjual es krim lewat di depan rumahnya.
“Ya, ini uangnya,” kata ibunya sembari menyodorkan uang kepada anak kecil itu. Ia tidak mau menerima uang itu. Ia pun menarik-narik baju ibunya untuk menemaninya membeli es krim. Kejadian ini berulang-ulang, berbulan-bulan. Setiap kali penjual es krim lewat depan rumah, anak itu selalu memanggil ibunya. Dan ibunya selalu menemaninya untuk membeli. Tidak jarang, ibunya harus meninggalkan sinetron yang sedang asyik ia tonton
Hingga suatu hari ia berteriak, “Bu, ayo beli es krim…”
“Uangnya di laci almari baju, di kamar,” jawab ibunya yang masih di dalam kamar mandi.
Anak itu ragu, “Cepat bu, nanti penjualnya pergi.”
“Ambil saja uangnya. Tidak apa-apa,” jawab ibunya.
Anak itu pun memberanikan diri untuk mengambil uang dan membeli es krim sendiri.
“Sudah beli?” tanya ibunya yang baru keluar dari kamar mandi.
Anak itu menganggukkan kepalanya sambil menikmati es krim-nya. Sungguh, kejadian ini begitu membekas dalam benak anak itu. Hingga anak itu tersadar. Apa yang terjadi selanjutnya? Ketika penjual es krim lewat di depan rumahnya lagi, ia tidak lagi memanggil ibunya. Tapi, ia langsung menuju laci almari untuk mengambil uang. Hanya saja, uang tidak selalu ada di laci itu. Saat itu, tidak ada uang di laci almari. Ia pun berteriak. Kini, ia tidak lagi berteriak untuk ditemani beli es krim. Tidak lagi menarik-narik baju ibunya. Tapi anak itu berteriak, “Bu, dimana uangnya…? Dimana uangnya...?”
Mulai saat itu, ketika penjual es krim lewat di depan rumah, ia tidak lagi mencari ibunya, tapi ia mencari uang. Nah, inilah pertama kali seorang anak benar-benar paham fungsi uang. Ia paham, untuk membeli es krim, yang ia butuhkan adalah uang, bukan ibunya.

***

Uang hadir sebagai solusi dari kelemahan sistem barter. Mekanisme barter dilakukan dengan cara langsung menukarkan satu barang dengan barang yang lain sesuai dengan kebutuhan pemilik barang. Namun, mekanisme barter memiliki kelemahan yaitu sulitnya menemukan pihak lain yang kebetulan sekaligus (1) membutuhkan barang yang dapat kita tawarkan, (2) memiliki barang yang kita butuhkan, (3) barang yang memiliki nilai yang hampir sama/dapat dibandingkan, dan (4) bersedia menukarnya. Misalnya, seseorang yang mempunyai beras dan membutuhkan ayam tidak selalu menemui orang lain yang kebetulan membutuhkan beras dan mempunyai ayam. Karena itu, barter sangat bergantung pada konsep double coincidence of want. Atas kesulitan tersebut, dibuatlah uang sebagai solusi dalam bertransaksi.

Penggunaan uang dinilai lebih menguntungkan karena menghilangkan biaya-biaya (costs) yang mungkin muncul apabila transaksi dilakukan dengan cara barter. Jack Hirshleifer berpendapat, “as compared with barter, the cost of funding partners and of negotiating, recording, and enforcing trades will be reduced.” Berkurangnya costs dalam perdagangan tentu akan semakin menguntungkan baik secara materi maupun non-materi (waktu). Dari sinilah awal mula ekonomi barter bergeser menjadi ekonomi uang.

Pada prinsipnya, uang itu benda atau barang yang karena memenuhi persyaratan tertentu berfungsi utama sebagai alat transaksi. Dalam hal ini Murtada Mutahhari menjelaskan bahwa nilai sebuah mata uang terkait erat dengan wujud uang itu sendiri. Hal demikian dikarenakan wujud suatu barang sangat menentukan nilai dari barang itu sendiri. Menurutnya uang memiliki kategori wujud, yaitu wujud hakiki (real existence), wujud zihri (mental existence), dan wujud relatif (relative existence).

Real existence bagi mata uang ditujukkan oleh bahan pembuat uang itu sendiri, seperti emas, perak, tembaga, kertas dan lain-lain. Nilai uang yang ditujukkan oleh real existence ini disebutkan dengan nilai intrinsik atau nilai barang. Sedangkan mata uang yang ditunjukkan oleh nilai atau harga uang terhadap barang-barang lain disebut mental existence. Nilai uang yang ditunjukkan oleh mental existence ini adalah nilai nominalnya, yaitu nilai yang tertera pada mata uang tersebut. Sementara itu, wujud relatife dari uang ditunjukkan oleh perbandingan nilai sesuatu mata uang dibandingkan dengan mata uang yang lain. Misalnya sembilan ribu rupiah sama nilainya dengan satu US$. Nilai mata uang yang ditunjukkan oleh relative existence of money ini disebut dengan nilai tukar mata uang (foreign real exchange).

Dalam ekonomi konvensional, dikenal juga nilai uang dengan sebutan nilai waktu uang (time value of money) yang didefenisikan sebagai: “a dollar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return”. Ada dua hal yang mendasari konsep time value of money menurut ekonomi konvensional, yaitu presence of inflation, dan preference present. Presence of inflation mengasumsikan bahwa keadaan inflasi terhadap nilai uang selalu terjadi. Nilai uang sekarang dianggap lebih besar daripada nilai uang di masa yang akan datang meskipun nilai nominalnya sama. Sedangkan preference present atau keadaan dimana orang cenderung untuk memilih mengkonsumsi pada masa sekarang (present consumption) daripada masa yang mendatang (future consumption) meskipun seandainya tingkat inflasi adalah nol atau tidak terjadi. Sehingga penundaan konsumsi menuntut adanya kompensasi.

Namun bagi Imam al-Ghazali, uang hanya dibuat sebagai standar harga barang dan alat tukar, maka uang tidak memiliki nilai intrinsik. Atau lebih tepatnya nilai intrinsik suatu mata uang yang ditunjukkan oleh real existence-nya dianggap tidak pernah ada. Dalam hal ini, al-Ghazali beralasan jika uang memiliki nilai intrinsik, maka uang tidak akan dapat berfungsi sebagai alat tukar, karena nilai uang akan berbeda-beda tergantung dari bahan pembuatnya. Setiap barang mungkin diperlukan bendanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi uang tidak diperlukan bendanya dalam arti yang menjadi motif permintaannya adalah kemampuan daya beli yang terkandung di dalam uang itu.

Fungsi uang dalam perekonomian memiliki perbedaan antara sistem konvensional dengan sistem ekonomi Islam. Dalam ekonomi konvensional, dikenal adanya tiga fungsi uang, yaitu pertama sebagai alat pertukaran (medium of exchange), kedua satuan nilai (unit of account) dan ketiga penyimpan nilai (store of value). Sedangkan ekonom muslim sendiri, uang hanya dikenal fungsinya sebagai berikut pertama alat pertukaran (medium of exchange) dan kedua satuan nilai (unit of account). Ekonom muslim hanya mengenal uang dan fungsinya sebagai alat pertukaran (medium of exchange), yaitu media untuk mengubah barang dari satu bentuk kebentuk lain. Fungsinya yang kedua adalah sebagai satuan nilai (unit of account).

Kata Imam al-Ghazali, dalam sistem ekonomi barter sekalipun, fungsi uang sebagai unit of account tetap diperlukan. Imam al-Ghazali menjelaskan beberapa fungsi yang dimiliki oleh uang yang tertera dalam kitabnya Ihya Ulumudin. Fungsi-fungsi tersebut adalah pertama, uang merupakan alat yang dapat digunakan untuk menilai barang sekaligus membandingkannya dengan barang yang lain (qiwam ad-dunya). Imam al-Ghazali mengibaratkan uang dengan sebuah cermin yang tidak mempunyai warna sendiri tetapi dapat mencerminkan warna-warna yang lain. Demikian pula dengan uang, sebenarnya tidak memiliki nilai sendiri tetapi dapat menunjukkan perbandingan nilai suatu barang dengan barang yang lain. Fungsi ini juga dapat menghapus kesulitan-kesulitan yang timbul dalam barter, yaitu dalam hal penentuan perbandingan nilai suatu barang dengan barang yang lain. Uang dapat menjadi standar yang jelas dalam menentukan nilai barang yang berbeda. Oleh Imam al-Ghazali, inti konsep ini yaitu uang laksana hakim yang adil.

Kedua, fungsi yang dimiliki uang yaitu sarana pertukaran barang dalam suatu transaksi (medium of exchange). Fungsi ini terkait dengan fungsi yang pertama. Dengan diketahuinya perbandingan nilai atau harga antara barang-barang yang akan dipertukarkan maka barang-barang tersebut dapat diwakili oleh uang dalam penyerahannya. Kemudian uang juga berfungsi sebagai sarana untuk mendapatkan barang-barang lain dan tujuan-tujuan tertentu. Sebenarnya fungsi ini adalah penjabaran dari fungsi uang sebagai sarana tukar-menukar.

Dilihat dari ketiga fungsi uang yang dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumudin-nya tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi uang tidak terlepas dari konsep dasarnya mengenai uang itu sendiri, yaitu uang semata-mata hanya merupakan alat tukar dalam transaksi.

***
[dwi.s]

Tidak ada komentar: