Sabtu, 12 April 2008

Dana Pensiun

Dalam benak Pak Ramli tidak pernah terpikir untuk menyusun anggaran rumah tangga. Jangankan terpikir, terbesit saja tidak. Pendidikan yang tidak nyampe SD membuat hidupnya mengalir saja. Termasuk urusan uang. Seharian dia berkutat dengan mesin jahit. Paling tidak, dalam sehari dia mampu menjahit lebih dari empat jilbab. Gajinya tetap per bulan. Tidak memandang apakah order naik atau turun. Mau tidak mau, Pak Ramli beserta lima kawannya harus produksi minimal 400 jilbab dalam sebulan. Dari pekerjaan inilah Pak Ramli menghidupi lima anaknya. Satu anak duduk di bangku SMP kelas satu. Empat lainnya masih kecil-kecil.

Tidak jauh beda dengan pekerja lainnya, Pak Ramli berangkat kerja jam 9 pagi dan pulang jam 6 sore. Bersyukur masih ada waktu bersama anak-anak di pagi hari. Baginya, waktu yang sangat berharga ketika dapat berkeliling pagi hari dengan motor bututnya bersama anaknya. Tak hanya cari angin dan menghabiskan bensin, tapi sekaligus mengantar susu sapi murni liter-an ke rumah pelanggan. Mungkin cuma ini penghasilan tambahan buat Pak Ramli hasil bagi warisan dari orang tua. Lumayan, per liternya bisa mengantongi 500 rupiah. Mungkin, bagi orang yang lihat, jualan susu sapi murni itu cuma pekerjaan sepele?

Padahal kalo mau dihitung, setiap pagi Pak Ramli ngantar 13 liter, berarti hampir mengantongi 6.500 rupiah per hari. Biasanya pelanggan suka membayar sebulan langsung, jadi sebulannya nyampe 195.000 rupiah. Bisa jumlahkan, setahun nyampe 2.340.000 rupiah. Uang sebanyak itu dikumpulkan hanya dari satu setengah jam setiap paginya. Siapa sangka, dari uang itulah Pak Ramli menyiapkan masa tuanya. Dengan syarat mutlak kalo uang itu memang nggak boleh diganggu gugat. Sempat ditanya tetangga, “Apa memang begitu cara nabung untuk hari tua pak?” Dengan nada santai Pak Ramli menjawab, “Aku nggak pernah sekolah, tapi itu cara yang diajarkan bapakku.”

Begitulah cara Pak Ramli menyiapkan dana pensiun. Usaha jual susu sapi murni itu menjadi warisan satu-satunya. Meskipun Pak Ramli tidak banyak tau soal dana pensiun. Yang pasti dia tau kalo usianya semakin bertambah. Kerja-kasar juga ada batas waktu. Pak Ramli menjadikan rutinitas paginya bernilai ekonomi. Paling tidak menambah ketenangan karena sudah punya bekal untuk hari tua. Karena Pak Ramli juga sadar diri. “Aku bukan Pegawai Negeri mas,” katanya.

Kasus lain, apa yang diceritakan oleh Bu Nunik. Dia bekerja di lembaga pendidikan swasta dan tahu banyak tentang dana pensiun. Tetapi lembaganya tidak memberikan dana pensiun karena tidak ada kebijakan soal itu. Beberapa perusahaan keuangan sempat menawarkan pengelolaan dana pensiun kepada lembaga tersebut tapi selalu ditolak, alasannya tidak ada alokasi uang untuk dana pensiun. Usulan yang pernah diberikan yaitu dipotongkan dari gaji. Tentu saja usulan itu diprotes oleh pegawai.

Melihat kondisi tersebut, akhirnya Bu Nunik memberanikan diri untuk mengambil pembiayaan dari Bank Syariah. Dengan uang itu, dia membuka jasa laundry. Usaha itu dilakukannya untuk mempersiapkan aktivitas setelah pensiun.

Realita sering kali menunjukkan kalo dana pensiun ini sering kali diabaikan. Tentu karena sebagian besar dari kita lebih banyak terfokus menghabiskan uang untuk keperluan jangka pendek. Atau memang tidak terpikirkan karena sudah ada yang menanggungnya, misal ditanggung negara bagi pegawai negeri atau ditanggung perusahaan bagi karyawan swasta.

Dana pensiun biasanya dimaksudkan sebagai perencanaan keuangan jangka-panjang (>10 tahun). Target tersebut dibuat untuk mempersiapkan masa tua. Dana pensiun yang dimaksud dapat berbentuk kas (uang tunai) atau juga berupa asset (usaha, saham, atau tanah). Inilah yang secara tidak sengaja telah dilakukan oleh Pak Ramli dan Bu Nunik. Perbedaannya, Pak Ramli lebih suka mempersiapkan masa tuanya dengan uang tunai sedangkan Bu Nunik mengalokasikannya dalam bentuk asset (usaha). Dorongan yang paling kuat dari Pak Ramli adalah kesadaran bahwa tidak selamanya dia akan hidup dengan menjahit. Ada masanya dimana dia tidak bisa lagi menghasilkan uang dari menjahit. Hal itu disebabkan oleh faktor usia yang semakin tua. Karena itulah perencanaan keuangan dilakukan.

Alasan logis lain yang mendasar kenapa perencanaan tersebut perlu dilakukan yaitu (1) waktu yang akan datang penuh dengan ketidakpastian (uncertainty), sehingga seseorang perlu mempersiapkan diri sejak awal tentang apa yang akan dilakukannya, (2) secara khusus rencana keuangan dibuat untuk mengatur dengan baik berbagai sumber pendapatan (income) dan sekaligus alokasinya.

Perencanaan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan untuk mempersiapkan alokasi dana pensiun yaitu pertama dana pensiun diambilkan dari sisa uang yang ditelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer (adh-dharuriyyat). Pendekatan ini menjadikan dana pensiun yang terkumpul kadang-kadang naik atau turun. Kedua, dana pensiun sudah langsung diambil sebelum uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer. Terlihat pendekatan ini memprioritaskan dana pensiun. Biasanya alokasi dananya tetap dan pengelolaan dana tersebut diserahkan kepada lembaga keuangan tertentu. Pendekatan kedua inilah yang sering digunakan di perusahaan negeri maupun swasta.

Permasalahan mendasar yang menjadikan kedua pendekatan tersebut tidak bisa dilakukan yaitu pertama memang tidak adanya dana untuk alokasi dana pensiun. Artinya, dana dari penghasilan sudah habis digunakan untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif. Kedua, walaupun ada dana tapi seseorang belum tentu mempunyai ’budaya’ menyisihkan dana tersebut. Oleh karena itu, deteksi awal yang perlu dilakukan yaitu kita termasuk dalam kategori pertama atau kedua? Setelah itu, kita bisa belajar dari apa yang dilakukan Pak Ramli dan Bu Nunik.
Selamat mencoba.

***
[dwi.s]

Tidak ada komentar: