Sabtu, 12 April 2008

Membeli Surga

Pas lagi mau sms, eh sudah di sms duluan. Sebenarnya besok aku juga mau ke rumah beliau. Mau nanyain: apa jadi pensiun dini? Pak Zulfi udah mengabdi di perusahaan milik negara itu selama 26 tahun. Ya kalo dihitung usia sebenarnya belum jatah pensiun. Tapi, kata beliau ada tawaran pensiun yang menarik (dana pensiunnya gede).

“Jadi mas, saya mulai nggak aktif mulai 1 April,” jawab pak Zulfi.

Untuk kali ini, aku benar-benar lihat wajah beliau yang cerah, ceria, kayak udah nggak ada beban. Biasanya, kalo udah ngajak makan keluar, pasti buanyak tentang ‘beban kantor’. Maklum, beliau mimpin banyak devisi. Kalo ada pemeriksaan intern, banyak juga urusannya.

“Trus mau gimana pak?” aku nanya aja, nggak pakai basa-basi.

Beliau senyum, “Kalo menurutmu gimana?” Lho beliau malah balik Tanya.
“Wah, kalo dengan dana milyaran gitu enaknya ngapain ya. Deposito aja mungkin he..” aku cuma bercanda.

“Ya juga, tapi saya ingin ada aktivitas mas, biar nggak jenuh. Gimana kalo bisnis aja, kamu kan tahu cara bisnis yang sesuai syariah,” beliau minta saran.

“Ooo.., kalo gitu investasi aja. Ambil yang sifatnya jangka panjang. Trus yang untuk ‘hidup’ sehari-hari pakai investasi jangka pendek,” aku sedikit ngasih pendapat.

“Terus, investasi jangka panjang enaknya apa? Trus yang pendek apa?” beliau ngrespon.

“Ya tanah dong pak. Gimana kalo buat tempat kost aja? Trus ada usaha juga,” aku tawarkan dengan mantapnya.

Kami diskusi di warung bakso langganan, biar lebih nyantai, lebih cair.
“Kalo gitu sekalian aja mas, nggak usah kost tapi kayak asramamu itu lho,” kayaknya beliau mulai setuju dengan investasi jangka panjang itu.

Memang, kebetulan aku tinggal di pondok pesantren mahasiswa. Konsepnya sederhana, kita tinggal di sana plus dapet ilmu agama Islam pagi dan malamnya. Dilihat dari latar belakang beliau yang ‘agamis’, jadi tidak mengherankan kalo uang itu mau diinvestasikan kearah sana.

“Subhanallah, bagus itu pak. Berarti butuh buat yayasan dong pak?”

Mulai ada misi dan visi yang sama. Selanjutnya otomatis, kalo udah banyak kasih ide aku mesti bantu habis-habisan. Kami mulai rangkum ide-ide yang berserakan itu sambil jalan-jalan (silaturahmi maksudnya.) Hasilnya, sepakat! Kita akan buat yayasan. Rencananya, ada pendidikan dan usahanya. Nah, uang pensiun itu untuk beli tanah dan mbangun asramanya. Sekalian buat modal usaha. Subhanallah.!

Tanggal 7 April 2007 pendiri yayasan berkumpul, mulai dari kyai, pebisnis, sampai orang pemerintahan. Dan dibantu beberapa mahasiswa. Acaranya biasa, ada sambutan dari pak Zulfi yang cerita soal latar belakang pendirian pondok. Ada wawasan tentang pondok di Indonesia (sejarah dan aturan-aturannya) disampaikan oleh Ustd. Masyhur. Selanjutnya ada dialog terbuka dengan seorang pebisnis. Pebisnis itu mengatakan,
”Hari ini saya benar-benar ditampar Allah. Bapak-ibu tau usaha saya berkembang, tetapi secara pribadi saya tidak pernah berpikir uang itu akan saya investasikan untuk kepentingan orang lain. Pak Zulfi seakan-akan menjadi cermin buat saya. Ketika saya punya uang, pasti pingin untuk kepuasan diri sendiri dan keluarga. Saya bingung dengan logika yang digunakan pak Zulfi, membiarkan tanah dan bangunannya ditempati orang lain, gratis lagi! Mereka yang tinggal di situ juga diberi kerjaan. Tentu, saya akan bergabung. Mungkin saya bias berbagi di bidang bisnis, karena cuma itu yang bias saya sumbangkan. Untuk teman-teman yang lain, kalo anda punya tenaga maka sumbangkanlah tenaga itu. Bagi yang punya ilmu, maka sumbangkanlah ilmu itu. Saya merasakan, akan ada ‘sesuatu’ yang lebih besar yang bisa kita dapatkan selain uang!. Dan, pak Zulfi seakan-akan melihat ‘sesuatu itu’.” Mata pebisnis itu berkaca-kaca.

Semua terdiam. Sebagian menunduk. Sunyi. Wajah mereka seakan ‘meng-iya-kan’ apa yang pebisnis itu katakan. Pak Zulfi sendiri tersenyum, dan berkata:
“Saya tetap pakai logika akal untuk menjalankan usaha biar pondok bisa tetap ‘hidup’. Saya juga pakai hati untuk sekedar membantu orang lain sebisa saya. Yang terpenting, saya pakai ‘keyakinan’ kalo dengan itu semua saya bisa ‘membeli surga’. Itu saja, dan anda bisa melakukannya dengan apa yang anda miliki sekarang, entah itu pikiran, tenaga, atau apapun. Sekaranglah saatnya.”

Aku sendiri menunduk. Sesekali menganggukkan kepala. Apa yang kumengerti dengan investasi jangka panjang itu salah. Ternyata, investasi jangka panjang tidak hanya urusan 10 tahun, 15 tahun, tetapi lebih dari itu. Investasi jangka panjang itu untuk kehidupan di akherat. Yakni, akheratnya dapet trus dunianya ngikut. Sekarang aku mengerti bagaimana cara ‘membeli surga’ itu. Sekarang aku mengerti apa yang harus kulakukan dengan ‘modal’ yang Allah berikan kepadaku. Tenaga, ide, harta, atau apapun itu untuk satu tujuan: ‘ibadah’. Iya, amal inilah yang akan bicara. Amal inilah yang akan jadi saksi. Amal salehlah yang akan aku ‘tukarkan’ dengan surga itu.

Dan sekaranglah saatnya, aku ‘membeli surga’ itu.

***
[dwi.s]

Tidak ada komentar: