Sabtu, 12 April 2008

Muhasabah Financial

Ada sebuah cerita tentang petualangan Robinson Crusoe yang sangat tepat untuk menggambarkan perjuangan seseorang yang sukses dalam mengelola hartanya. Pengalaman Robinson Crusoe ini, jika dituturkan kembali akan banyak memberi pelajaran bagi kita. Sekaligus akan membantu kita untuk muhasabah (evaluasi) serta perencanaan dalam pemanfaatan harta, yaitu bagaimana terus menikmati tanpa menghabiskannya.

Robinson Crusoe adalah seorang pemuda Inggris yang sedang patah hati. Kemudian berlayar mengarungi laut sendirian. Kapal kecilnya rusak terhempaskan oleh gelombang laut. Dan ia terdampar di sebuah pulau tanpa penghuni.

Tiada pilihan baginya, ia harus mencari ikan bagi hidupnya. Untuk itu ia hanya bisa menggunakan kedua tangannya. Pada hari pertama, sehari penuh ia bekerja dan hanya memperoleh 4 ekor ikan kecil-kecil. Demikian pula hari kedua diperolehnya tidak lebih dari 4 ekor ikan saja. Pada hari ketiga diperolehnya 4 ekor ikan pula. Pada akhir hari ketiga itu, ia mulai memikirkan nasibnya. Empat ekor ikan kecil-kecil itu tidak cukup mengenyangkan perutnya. Ia mulai merasakan derita lapar. Ia sadar bahwa kelangsungan hidupnya mulai terancam.

Manusia berbeda dengan binatang. Manusia mampu membuat alat. Sebagai manusia, Robinson mulai memikirkan bagaimana membuat alat yang dapat digunakan untuk mencari ikan yang lebih banyak. Keputusan harus ia ambil antara dua pilihan. Pertama, jika ia membuat alat, maka ia tidak mempunyai waktu untuk menangkap ikan. Yang berarti, ia tidak makan selama membuat alat itu. Kedua, jika dipilihnya pasrah, ia akan kelaparan sampai waktu menentukan nasibnya.

Robinson Crusoe akhirnya memilih. Ia tidak mau menyerah begitu saja kepada nasib. Meskipun dengan 4 ekor ikan sehari ia menderita lapar, ia bertekad untuk berani lebih lapar lagi. Pada hari keempat dicarinya lagi ikan dengan tangannya, diperolehnya 4 ekor pula. Tetapi tidak semua ia habiskan, yang 3 ekor ia makan dan yang 1 ekor ia simpan. Ia melakukan hal yang sama dihari kelima dan keenam, yaitu sehari 3 ekor ia makan dan 1 ekor ia simpan. Akhirnya, pada hari ketujuh ia mempunyai simpanan 3 ekor ikan. Jadi, sejak hari keempat ia sudah mengurangi konsumsinya dan menyisihkan sebagian penghasilan ikannya sebagai simpanan.

Pada hari ketujuh ia tidak perlu mencari ikan lagi untuk makan karena memakan ikan uang ia simpan (3 ekor ikan). Dengan begitu, ia dapat membuat jala. Baginya, membuat jala dapat menjadi investasi. Pada hari kedelapan, dengan jala itu ia memperoleh 10 ekor ikan dan ia makan semuanya. Pada hari kesepuluh ia memperoleh 10 ekor ikan dan juga makan semuanya.

Tapi, baru pada hari kesebelas ia hanya makan 6 ekor saja, sedangkan 4 ekor sisanya ia simpan. Demikian juga dengan hari keduabelas dan hari ketigabelas. 10 ekor ikan yang diperoleh ia makan perharinya 6 ekor dan 4 ekor untuk masing-masing hari itu ia simpan, sehingga sampai hari ketigabelas tabungannya menjadi 12 ekor ikan.

Pada akhir hari ketigabelas, nasib buruk menimpanya. Jalanya rusak, sehingga ia harus membuat jala yang baru pada hari-hari berikutnya. Beruntung ia memiliki 12 ekor ikan yang telah disimpan. Mestinya dengan gaya hidup lamanya pada hari pertama sampai ketujuh ia berada di pulau itu 12 ekor ikan tabungannya ini dapat ia gunakan untuk membuat 4 jala. Namun, kini ia hanya merasa mampu membuat 2 jala karena 12 ekor ikan itu hanya disantapnya untuk dua hari saja. Ia telah terbiasa dengan gaya hidup baru yaitu 6 ekor ikan perhari, tidak lagi 3 atau 4 ekor.

Dengan dua jala yang dibuatnya selama 2 hari pada hari keenambelas, tiap hari ia mendapat 20 ekor ikan yang sebagian disimpan. Ia cukup dengan 8 ekor ikan perhari. Pada hari-hari selanjutnya, ikan yang ditabung semakin banyak dan ia pun bisa memperbaiki kapalnya untuk berlayar lagi menuju dunia yang lebih kesejahteraan.

***

Proses keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh Robinson Crusoe ini sangat luar biasa. Salah sedikit saja dalam mengambil keputusan, maka selamanya ia akan terdampar di sebuah pulau yang tak berpenghuni itu. Apa yang dilakukan pada hari keempat sampai hari keenam, yaitu menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung, dengan pengertian bahwa ia yang lapar itu, toh berani lebih lapar lagi demi membuat jala, ini yang disebut austerity (prihatin, tirakat, sederhana, prasojo, gemi, tarak dan lainnya).

Yang perlu kita perhatikan juga, bahwa tingkah laku Robinson Crusoe pada tahap berikutnya. Cermati pada hari kedelapan sampai hari kesepuluh. Seluruh pendapatannya dimakan semua, tidak ada sisa satu ikan pun yang disisihkannya. Ini menjadi gejala yang wajar sampai batas-batas tertentu, karena memang demikianlah manusia mempunyai sifat kemaruk. Biasanya, sehabis menderita dan mendapat cobaan keras, muncullah sifat berlebih-lebihan ketika mendapat tambahan rezeki. Tetapi kemaruk ini tidak berarti harus dibiarkan berkembang tanpa pengendalian dan pengawasan.

Tahap berikutnya yang perlu diambil hikmahnya adalah pola hidup Robinson Crusoe pada hari-hari keempatbelas dan kelimabelas. Pada hari sebelumnya, yaitu pada hari-hari keempat, kelima dan keenam, untuk membuat satu jala ia perlu 3 ekor ikan, namun tahap ini 12 ekor ikan hanya digunakan untuk 2 hari dan menghasilkan dua jala. Sehari ia menghabiskan 6 ekor ikan, ini adalah pola hidup barunya. Kebiasaan yang ada sebelum hari keempatbelas sejak ia dalam tahap kemaruk, ia telah membentuk pola hidup baru itu. Seperti halnya semula kita cukup hanya memilih motor, sekarang ia harus hidup dengan motor dan mobil. Apa hakikat dalam tahap ini? Aspirasi Robinson Crusoe berubah, dan perubahan itu disebabkan meningkatnya penghasilan. Namun perlu dijaga, meningkatnya penghasilan itu jangan sampai meningkatkan aspirasi yang melebihi kemampuan ekonomi untuk mendukungnya. Kepeloporan Robinson Crusoe semakin terlihat nyata pada hari keenambelas dan selanjutnya. Ia menyelesaikan dua jala yang baru dan dapat lebih banyak lagi, bahkan sanggup membuat perahu lagi menuju dunia baru. Inilah periode lepas landas dalam proses kehidupan financial.

Dari cerita di atas, ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik agar kondisi keuangan kita tetap terjaga. Muhasabah-nya, betapa banyak dari kita menjadi gagal ditahun lalu, karena pengeluaran untuk kebutuhan pribadi (terutama konsumsi) sangat tidak terkontrol. Besar pasak dari tiang, besar pengeluaran dari penghasilan. Anjuran yang paling bijak adalah selalu menabung. Kalau kita sehari memperoleh keuntungan Rp 20.000,- maka 10% harus ditabung. Sehingga, suatu saat dapat digunakan untuk membuat jala sebagai investasi. Pertanyaannya, bagaimana kita belajar dari Islam tentang prinsip-prinsip dalam konsumsi, menabung, dan investasi ?

***

Tentang konsumsi, Islam memberikan nasehat kepada kita untuk memenuhi konsumsi diri sendiri sekaligus keluarga. Sebagaimana Rasulullah Saw. dalam haditsnya berkata, “Dahulukanlah dirimu, maka bersedekahlah atas dirimu; jika ada sisanya, maka untuk keluargamu; jika masih ada sisa setelah untuk keluargamu, maka peruntukkanlah bagi kerabatmu yang lain; jika masih ada sisa lagi, maka demikian dan demikian.” (HR. Nasa’i).

Konsumsi untuk diri sendiri meliputi kebutuhan-kebutuhan pokok dan kebutuhan fungsional, yaitu “Sungguh badan dan jasmanimu mempunyai hak yang wajib kamu penuhi.” (HR. Bukhari). Barang ataupun jasa yang kita konsumsi dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu kebutuhan, kesenangan dan kelengkapan. Kebutuhan meliputi keperluan pokok seperti sandang, pangan, dan papan. Kesenangan meliputi semua yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan mengurangi kesukaran, seperti kendaraan. Sedangkan, kelengkapan (komplementer) merupakan kebutuhan sekunder yang mempunyai nilai tambah bagi kita.

Menjadi catatan penting bahwa ketiga kategori produk konsumsi tersebut merupakan kebutuhan dan bukan termasuk dalam kemewahaan apalagi menjadi simbol-simbol status sosial. Artinya, segala sesuatu yang keluar dari kebutuhan tersebut tidak berbentuk pemborosan dan bukan kehendak diri yang berlebihan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Qur’an surat al-Israa’ (17) ayat 27, “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

***

Tentang menabung (saving), percayalah bahwa makhluk yang memiliki masa depan adalah manusia. Sedangkan masa depan tidak pernah kita ketahui dengan pasti, “...dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan diusahakannya besok..” (QS. Lukman 31: 34). Setidaknya, kita mesti menyiapkan masa depan dengan harta yang kita miliki. Dalam ekonomi, penyiapan masa depan dapat dilakukan dengan melalui tabungan atau menabung. Menabung merupakan aktivitas mencadangkan sebagian pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan penting dan mendadak di masa yang akan datang. Inilah sebagian nilai spiritual financial Qur’an surat Yusuf (12) ayat 47-48, “Supaya kamu bertanam tujuh tahun sebagaimana biasa. Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya , kecuali sedikit dari yang kamu simpan.”

Anjuran menabung sebagian pendapatan merupakan antisipasi “siklus tujuh tahunan” yang merupakan perimbangan antara masa kemakmuran dan keprihatinan. Dan Rasulullah Saw. pun berpesan, “Tahanlah sebagian hartamu untuk masa depanmu. Hal itu lebih baik bagimu.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmidzi dan Nas’i).

Beberapa jenis dalam menabung diantaranya (1) memegang kekayaannya dalam bentuk uang kas (idle cash), (2) memegang tabungan dalam bentuk harta tanpa berproduksi seperti deposito, perhiasan, atau rumah, dan (3) menginvestasikan ke proyek yang menguntungkan dan tidak dilarang dalam ajaran Islam. Penjelasannya, pola (1) sangat dilarang dalam Islam, karena harta akan habis dimakan zakat dan tidak produktif. Ketidakproduktifan harta jelas akan mengganggu siklus ekonomi. Pola (2) boleh dilakukan dengan cara-cara yang dianjurkan dan dibolehkan oleh ajaran Islam, seperti menghindari riba. Sedangkan pola (3) merupakan pola yang sangat dianjurkan, karena pola ini akan membantu aliran uang secara baik dan menyebabkan kondisi kesehatan ekonomi umat semakin baik pula.

***

Tentang investasi, menjadi ungkapan syukur kita atas harta yang diamanahkan untuk menjadi lebih produktif. Investasi yang dimaksud yaitu bukan merupakan cara untuk mendapatkan suku-bunga yang tinggi. Namun, investasi ditentukan oleh tingkat keuntungan yang diharapkan dengan sistem bagi-hasil, tingkat zakat atas aset yang kurang produktif, tingkat zakat atas keuntungan dari investasi, dan pengeluaran lain atas aset yang tidak kurang produktif selain zakat. Jadi, investasi yang kita lakukan mempunyai nilai sosial bagi orang lain melalui usaha di sektor riil, “...dan janganlah harta itu hanya berputar pada sebagian kecil golongan saja..” (QS. Al-Hasyr : 7). Inilah ajaran tentang menghindari sentralisasi modal pada segelintir orang saja (kapitalis).

***
Yakinlah bahwa keseimbangan pemenuhan kebutuhan masing-masing unsur tersebut akan sangat bergantung kepada lemah-kuatnya dorongan nafsu dan kualitas pengendalian yang diperani oleh akal dan hati yang tercermin dari perilaku. Sebagai muhasabah, bagaimana cara kita mengelola financial di tahun-tahun yang lalu? Kemudian, bagaimana cara kita untuk mengelola financial di tahun ini? Jawabannya telah kita baca di atas. Selamat mencoba.
wa Allahu a’lam bi’sh-shawab.

***
[dwi.s]

Tidak ada komentar: